Proyek Merauke Jangan Disamakan Proyek Prof Andreas yang Gagal di Pertanian
Deby mengatakan fakta di lapangan masyarakat mendukung program cetak sawah yang sedang dikerjakan pemerintah. Komunitas adat sebagai pemegang hak ulayat di Papua Selatan pun bahkan merasakan optimisme ini.
Deby menambahkan masyarakat dan petani jauh lebih pintar ketimbang komentator yang bicara tanpa tau kondisi di lapangan. Dia menilai, cetak sawah Merauke lebih menguntungkan dibanding harus membaca komentar miring dari seorang pengamat gagal paham.
"Mereka (petani dan masyarakat) paham kalau cetak sawah ini menguntungkan. Jadi mereka mendukung penuh dan yang pasti di sana tidak ada pengambil alihan lahan hak ulayat," katanya.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Ilwayab, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, Yohanes Mahuse bahkan sudah memastikan program cetak sawah yang digarap Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2025 mendatang tidak ada masalah apalagi sampai merugikan masyarakat adat.
Menurut Mahuse, masyarakat sudah yakin bahwa pergerakan penyerobotan tanah ulayat oleh negara atas nama cetak sawah adalah narasi yang tidak benar.
Sebelumnya Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Profesor Dwi Andreas Santosa, menyangsikan rencana pemerintah membangun food estate di Merauke, Papua Selatan, dapat berhasil. Dia justru memprediksi proyek cetak sawah dan tebu seluas 2,29 juta hektare itu akan berakhir mangkrak seperti yang terjadi pada program sebelum-sebelumnya.
"Saya curiga ada kepentingan mendukung impor pangan dibalik komentar miring ini. Kalau lahan makin menyusut dan penduduk meningkat 4% per tahun, kita mau dapat sumber pangan dari mana? Coba tanya nurani anda," tutupnya.