Perkembangan Signifikan Optimasi Lahan Rawa di Merauke Papua Selatan

Ilustrasi cetak sawah
Sumber :

Selain mekanisasi, banyak petani di Merauke masih menggunakan metode tabur benih, yang terbukti efisien di daerah tersebut. Mereka juga telah beralih dari penyiangan manual ke penggunaan herbisida, yang menghemat tenaga kerja dan waktu. 

“Dengan biaya hanya Rp 150.000 per hektare, meskipun membutuhkan benih lebih banyak (50-80 kg/ha), metode ini sangat efisien,” jelas Syahyuti.

Program optimasi lahan rawa di Merauke ini memberikan harapan baru untuk menjadikan wilayah paling timur Indonesia ini sebagai lumbung pangan. Hasil panen para petani biasanya langsung dijual ke penggilingan, dengan harga beras medium yang stabil, mencapai Rp 10.000 per kilogram dalam dua tahun terakhir.

Petani di Kurik mampu menghasilkan 6-7 ton gabah kering panen (GKP) per hektare, jauh di atas rata-rata nasional. Setelah digiling, hasilnya sering mencapai 4 ton beras per hektare, dengan rendemen sekitar 60%. Ini setara dengan pendapatan bruto sekitar Rp 40 juta per hektare per musim, dengan keuntungan bersih antara Rp 20 juta hingga Rp 25 juta setelah dikurangi biaya produksi.

Syahyuti menegaskan, "Produktivitas di sini sangat luar biasa. Dengan manajemen yang baik dan investasi mekanisasi yang berkelanjutan, Merauke memiliki potensi besar untuk menjadi pemain kunci dalam strategi ketahanan pangan Indonesia."

Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Hermanto menegaskan bahwa upaya pemerintah dalam program optimasi lahan mencakup perbaikan saluran irigasi dan pemberian fasilitasi bantuan alat mesin pertanian untuk petani dan kelompok tani.

“Pemerintah juga akan mendampingi mulai dari pengembangan budidaya padi, pemanfaatan alsintan, dan sebagainya. Harapan kami, setelah lahan dioptimalkan, petani dapat menanami dan mengelola lahan tersebut secara berkelanjutan,” ujar Hermanto.