Setahun Perang di Gaza: Israel Harus Berhenti Membunuh!

Warga Palestina di Gaza
Sumber :
  • Anadolu/Antara News

Saat ia kembali pada Januari 2024, ia disambut pemandangan mimpi buruk: 1,2 juta pengungsi berdesakan di Rafah, sebuah kota kecil di perbatasan Mesir, tanpa akses air atau listrik.

"Saat malam, berkendara di kegelapan melewati anak-anak dan wanita yang mengisi setiap inci ruang terasa seperti adegan yang surealis. Itu seperti dalam film pasca-apokaliptik."

Saat Kahler kembali ke Gaza pada bulan Maret 2024, populasi Rafah telah meningkat menjadi 1,6 juta, dengan sekitar 56.000 orang per kilometer persegi. Dia mengatakan bahwa kehancuran begitu parah sehingga ia hampir tidak bisa lagi mengenali tempat-tempat yang pernah dikunjunginya.

"Dulu ada jalan yang bagus di sepanjang pantai. Sekarang hancur total. Ketika kami sampai di rumah sakit, saya bertanya kepada pengemudi yang membawa saya, kapan kami akan melewati area universitas, dan dia berkata, 'Anda sudah melewatinya.' Universitas yang dulu ada di sana sudah rata dengan tanah. Semua empat universitas hancur total."

Selama berada di Rafah, Kahler dan tiga koleganya dari MedGlobal membuka klinik darurat, melayani hingga 700 pasien per hari di tengah serangan bom yang ditembakkan terus-menerus.

Tangisan di Malam Hari

Di pusat kesehatan primer, ada ruangan khusus di mana Kahler dan timnya harus membersihkan luka pasien, terutama anak-anak, tanpa anestesi.