Anak Bawah Umur jadi Korban Kasus Penyebaran Video Gay Kids
- PMJ News/Fajar
Nasional, VIVAJateng - Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah mengungkap sebuah kasus yang memprihatinkan terkait penyebaran konten pornografi sesama jenis dan eksploitasi anak.
Dua pelaku berinisial R (21) dan LNH (16) terlibat dalam penyebaran video gay kids (VGK), yang memicu keprihatinan masyarakat dan pihak berwenang.
Peristiwa ini mencuat pada Jumat, 19 Agustus 2023, ketika Polda Metro Jaya mengumumkan hasil penyelidikan.
Kasus ini menarik perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang mengemukakan kebutuhan mendesak untuk memberikan hukuman maksimal bagi para pelaku dan memastikan perlindungan optimal bagi korban.
Kawiyan, seorang komisioner KPAI, menyerukan agar para korban ditemukan dan dilacak, terutama mengingat bahwa sebagian dari mereka adalah anak-anak.
Ia menggarisbawahi pentingnya memulihkan psikologis korban serta memberikan pendampingan khusus kepada mereka yang belum mencapai usia dewasa.
"Kami berharap juga agar para korban dilacak dan kemudian ditangani, karena para korban itu adalah ada yang anak-anak," kata Kawiyan dalam pernyataannya pada Minggu, 20 Agustus 2023.
Lebih lanjut, KPAI mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan penuh dalam hal identifikasi korban, asesmen psikologis, pendampingan, dan rehabilitasi.
Pemulihan korban tidak hanya mengharuskan upaya hukum terhadap pelaku, tetapi juga perawatan khusus untuk mengatasi dampak psikologis yang mungkin dialami oleh korban.
Meskipun Polda Metro Jaya telah mengambil langkah-langkah untuk mengungkap praktik penjualan video gay kids (VGK), masyarakat tetap diingatkan akan urgensi kewaspadaan terhadap ancaman konten ilegal semacam ini.
Pemerintah daerah dan dinas terkait juga diminta untuk aktif berperan dalam memberikan pendampingan dan rehabilitasi bagi korban, sesuai dengan arahan dari KPAI.
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, menjelaskan bahwa praktik ini melibatkan penjualan video gay anak dengan harga yang mencapai Rp150.000.
Proses pembelian dilakukan melalui grup Telegram dengan pembayaran terlebih dahulu sesuai dengan kesepakatan.
Hal ini menunjukkan kompleksitas dalam praktik eksploitasi anak dan perlu adanya kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi masalah ini.