Kompolnas Desak Polri Lakukan Sidang Etik Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo

Komisioner Kompolnas RI, Poengky Indarti
Sumber :
  • instagram @kompolnas_ri

VIVAJateng, Nasional - Masa depan Irjen Teddy Minahasa, mantan Kapolda Sumatera Barat, akan berakhir sebagai anggota Korps Bhayangkara.

Gasak Tas Ransel Pengunjung Mal, Pecatan Polisi Ini Tak Berkutik saat Dibekuk Aparat

Teddy dikenai hukuman berat yaitu pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat, sesuai dengan hasil sidang komisi etik.

Saat ini, masih ada dua jenderal Polri yang belum menjalani sidang komisi etik meskipun telah dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan negeri.

Warga Temanggung Dikejutkan Penemuan Mayat Orang Terkaya di Kampung Terkubur Kotoran Kambing

Kedua perwira tinggi tersebut adalah mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, dan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.

Irjen Napoleon telah dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta karena terbukti menerima suap terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Geger Dua Pelajar Bersetubuh di Ruang Kelas, Ini Kata Dinas Pendidikan Demak

Sementara itu, Brigjen Prasetijo Utomo hukumannya dikurangi 6 bulan penjara oleh Mahkamah Agung (MA) setelah divonis 3 tahun penjara oleh pengadilan. Komisioner Kompolnas RI, Poengky Indarti, mengingatkan Polri agar tidak membedakan perlakuan terhadap Napoleon dan Prasetijo Utomo dengan Teddy Minahasa, yang telah dipecat dari Anggota Polri pada Selasa, 30 Mei 2023.

Dia mengungkapkan bahwa Kompolnas telah mendesak agar sidang kode etik profesi Polri segera dilaksanakan bagi Napoleon Bonaparte dan Prasetijo Utomo.

Ini dikarenakan kasus mereka sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht.

Dia menekankan pentingnya untuk tidak ada diskriminasi dalam memberlakukan sanksi yang tegas.

"Kita tunggu dan berharap sidang etik Napoleon dan Prasetijo Utomo akan segera dilaksanakan," kata Poengky saat dikonfirmasi wartawan pada Rabu, 31 Mei 2023 dikutip dari VIVA.

"Jika tidak segera diselenggarakan sidang etik, akan dianggap sebagai diskriminasi perlakuan bagi yang lain,” tambahnya.

Di samping itu, dia juga menyoroti bahwa saat ini negara masih harus mengeluarkan biaya gaji untuk Napoleon Bonaparte dan Prasetijo karena sidang komisi etik mereka belum dilaksanakan.

Hal ini menjadi perhatian karena, menurutnya, kedua perwira tinggi Polri tersebut telah mencoreng reputasi institusi.

“Negara masih dibebani dengan membayar gaji mereka. Padahal tindak pidana yang mereka lakukan telah terbukti mencoreng nama baik institusi," terang dia.

Menurutnya, Polri sebenarnya tidak menghadapi hambatan dalam menyelenggarakan sidang etik untuk Napoleon dan Prasetijo.

"Kami melihat tidak ada hambatan dalam penyelenggaraan sidang kode etik tersebut,” pungkasnya.