Proyek Merauke Jangan Disamakan Proyek Prof Andreas yang Gagal di Pertanian
Jateng – Koordinator Aliansi Masyarakat Penyelamat Pertanian Indonesia (AMPPI), Deby Syahputra meminta Dwi Andreas Santoso untuk tidak selalu menebarkan pesimisme soal sektor pertanian. Deby menilai, Andreas selalu merasa yang paling paham pada urusan pertanian.
Padahal sebenarnya dia adalah orang yang gagal paham karena sering blunder dalam menyampaikan informasi, termasuk saat mengomentari cetak sawah di Kabupaten Merauke.
"Saya tidak membela pemerintah tapi kalau melihat komentar saudara Andreas kesannya pemerintah gak tahu apa-apa. Saya kok curiga punya agenda terselubung ya. Kalau dia pro pertanian mestinya dia dukung program cetak lahan baru. Faktanya lahan optimasi lahan di Merauke bagus dan pemerintah kasih bukti bukan asumsi," ujar Deby melalui pernyataan tertulisnya, Senin, 22 September 2024.
Menurut informasi yang diterima Deby, pengerjaan optimasi lahan atau Oplah di Kabupaten Merauke berhasil dikerjakan pemerintah, dan memancing masyarakat lokal tertarik untuk bertani.
Mereka melihat sendiri tanaman padi tumbuh baik melalui pemanfaatan teknologi dan mekanisasi. Saat ini, pekerjaan tersebut memasuki tahap keberhasilan 97 persen dari total 40 ribu yang dicanangkan.
"Semuanya ditanami padi dan masyarakat senang ada hasilnya. Ada harapan masa depan bagi mereka buat masa depannya dari pertanian," katanya.
"Andreas ini kenapa sih gak berkaca dia sudah buat sukses apa di pertanian? Saya kira kalau dilibatkan di proyek ini dia akan diam. Jadi jangan melihat kegagalannya di pertanian seolah menjadi contoh bagi proyek strategis pemerintah. Beda banget," tambahnya.
Deby mengatakan fakta di lapangan masyarakat mendukung program cetak sawah yang sedang dikerjakan pemerintah. Komunitas adat sebagai pemegang hak ulayat di Papua Selatan pun bahkan merasakan optimisme ini.
Deby menambahkan masyarakat dan petani jauh lebih pintar ketimbang komentator yang bicara tanpa tau kondisi di lapangan. Dia menilai, cetak sawah Merauke lebih menguntungkan dibanding harus membaca komentar miring dari seorang pengamat gagal paham.
"Mereka (petani dan masyarakat) paham kalau cetak sawah ini menguntungkan. Jadi mereka mendukung penuh dan yang pasti di sana tidak ada pengambil alihan lahan hak ulayat," katanya.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Ilwayab, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, Yohanes Mahuse bahkan sudah memastikan program cetak sawah yang digarap Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2025 mendatang tidak ada masalah apalagi sampai merugikan masyarakat adat.
Menurut Mahuse, masyarakat sudah yakin bahwa pergerakan penyerobotan tanah ulayat oleh negara atas nama cetak sawah adalah narasi yang tidak benar.
Sebelumnya Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Profesor Dwi Andreas Santosa, menyangsikan rencana pemerintah membangun food estate di Merauke, Papua Selatan, dapat berhasil. Dia justru memprediksi proyek cetak sawah dan tebu seluas 2,29 juta hektare itu akan berakhir mangkrak seperti yang terjadi pada program sebelum-sebelumnya.
"Saya curiga ada kepentingan mendukung impor pangan dibalik komentar miring ini. Kalau lahan makin menyusut dan penduduk meningkat 4% per tahun, kita mau dapat sumber pangan dari mana? Coba tanya nurani anda," tutupnya.