Pakar Kebijakan Publik Nilai Program Cetak Sawah Kurangi Ketergantungan Impor

Cetak sawah di Merauke, Papua
Sumber :
  • Kementan

Jateng – Pakar Kebijakan Publik Universitas Nasional (Unas), Hilmi Rahman mengapresiasi program swasembada pangan melalui cetak sawah yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto. Ia menilai, program tersebut dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap kebijakan impor pangan.

Wamentan Sudaryono Ajak Milenial Berperan dalam Ketahanan Pangan Nasional di Era Digital

Menurut Hilmi, kebijakan swasembada pangan salah sektor yang tidak bisa diabaikan. Apalagi, lanjut dia, pertumbuhan penduduk Indonesia dan kebutuhan pangan diproyeksikan akan meningkat, namun tak sebanding dengan luas lahan pertanian

"Kalau kita terus bergantung pada kebijakan-kebijakan impor pangan ya kita mempertaruhkan kehidupan kita ke depan. Nah, karena itu menurut saya, tidak ada alasan, tidak ada cara lain, kecuali kita melakukan swasembada pangan, salah satunya melalui cetak sawah baru dan optimalisasi lahan rawa," kata Hilmi di Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024

Pakar Pertanian Sebut Cetak Sawah Sebagai Solusi Capai Swasembada Pangan

Hilmi mengatakan, swasembada pangan tidak hanya untuk kepentingan kebutuhan domestik, tetapi juga dapat mendorong Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Di sisi lain, ia menyebut program swasembada pangan juga dapat menunjukkan kebijakan di sektor pertanian tak bisa dianggap remeh.

"Jadi sinergis menurut saya antara kepentingan pemerintah memenuhi target kebutuhan pangan, tetapi di sisi lain saya kira target Presiden Prabowo ingin juga menjadi kekuatan global untuk kemudian bisa mensuplai pangan-pangan dunia," ucapnya.

Wamentan Sudaryono Ungkap Pentingnya Cetak Sawah 3 Juta Hektar di Indonesia

Terkait lumbung pangan, ia menambahkan, perlu ada kebijakan pemerintah untuk pengendalian lahan produktif. Hal ini sebagai upaya melindungi lahan pertanian produktif agar tidak beralih fungsi ke industri.

Namun demikian, ia menegaskan agar sektor pertanian dan industri harus sama-sama diperkuat. Sebab menurutnya, industri yang kuat itu di negara berkembang biasanya menggunakan basis pertanian. 

"Jadi jangan semua lahan itu kemudian dibaca dengan industri. Industri boleh kita perkuat tapi jangan sampai kemudian mematikan sektor pertanian itu yang menurut saya harus diperjuangkan harus diperkuat. Jadi bukan dikotomis. Cara berpikir kita dua-duanya harus tumbuh," pungkasnya.