Diberlakukan Secara Selektf, DJP Pastikan Transaksi QRIS Tak Dikenakan PPN 12 Persen

Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu
Sumber :
  • Kemenkeu

Jateng – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menjawab kekhawatiran publik terkait pembayaran menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) juga akan dikenakan tambahan PPN 12 persen.

Program Pemutihan Pajak Jawa Tengah 2025 Masih Berlaku, Ini Cara Cek Pajak

Diketahui, transaksi menggunakan QRIS makin merebak akhir-akhir ini. Seiring dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen di tahun 2025, banyak pihak khawatir bahwa pembayaran menggunakan QRIS juga akan dikenakan tambahan 12 persen.

Dalam keterangan resminya, Ditjen Pajak menegaskan bahwa transaksi pembayaran melalui QRIS merupakan bagian dari Jasa Sistem Pembayaran.

Jangan Khawatir, Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor di Jawa Tengah Berlaku Sampai Mei 2025

Atas penyerahan jasa sistem pembayaran itu, para merchant memang akan terutang PPN. Hal itu merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

"Artinya, penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru," tulis DJP dalam keterangannya.

253.409 Orang Manfaatkan Program Pembebasan Tunggakan dan Denda Pajak, Nilainya Rp61,9 Miliar

Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant.

DJP pun memberikan contoh, ada seseorang membeli TV seharga Rp 5 juta. Atas pembelian tersebut, terutang PPN 12 persen sebesar Rp 550 ribu, sehingga total harga yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp 5.550.000

Atas pembelian TV tersebut, jumlah pembayaran yang dilakukan tidak berbeda baik ketika menggunakan QRIS maupun menggunakan cara pembayaran lainnya.

PPN 12 Persen Diberlakukan Selektif

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, menyampaikan terkait rincian kriteria barang dan jasa premium yang akan dikenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen masih dikaji secara cermat bersama pihak-pihak terkait.  

"Kami ingin memastikan pengenaan PPN ini tepat sasaran, yaitu hanya berlaku untuk kelompok masyarakat sangat mampu," ujar Dwi dalam pernyataan resminya, Minggu, 22 Desember 2024.

Menurutnya, seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa yang menerima fasilitas pembebasan PPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) akan tetap bebas PPN.  

"Barang kebutuhan pokok serta jasa kesehatan dan pendidikan tetap bebas PPN hingga peraturan lebih lanjut diterbitkan, termasuk setelah 1 Januari 2025," tambahnya. 

 

Presiden Prabowo Subianto dan DPR sebelumnya menyatakan bahwa penerapan tarif PPN 12 persen akan dilakukan secara selektif, terutama untuk barang dan jasa yang tergolong mewah.  

Dalam konferensi pers pada Senin (16/12), pemerintah mengumumkan penerapan tarif tunggal PPN sebesar 12 persen, dengan fasilitas pembebasan untuk barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) untuk tiga komoditas tertentu.  

Sasar Barang Mewah dan Premium

Adapun tarif PPN 12 persen akan berlaku untuk barang dan jasa di luar kelompok tersebut, terutama barang dan jasa yang dianggap premium.  

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut bahwa definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen mengacu pada dua kelompok utama: kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

Rincian untuk non-kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, yang meliputi hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar.  

Namun, dalam konteks PPN 12 persen, pemerintah memperluas cakupan barang mewah dengan memasukkan barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh masyarakat mampu.  

Sebagai contoh, meski daging termasuk barang kebutuhan pokok yang bebas PPN, daging wagyu dan kobe akan dikenakan tarif PPN 12 persen. Demikian pula dengan ikan, di mana salmon dan tuna yang lebih sering dikonsumsi kelompok masyarakat atas akan dikenai PPN.  

Untuk jasa pendidikan, sekolah dengan iuran tinggi akan menjadi objek pajak, sementara dalam jasa kesehatan, layanan VIP dianggap sebagai kategori premium.  

Listrik untuk pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500-6.600 VA juga termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen.  

Detail lebih lanjut mengenai daftar barang dan jasa yang menjadi objek PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan diatur dalam peraturan turunan berupa peraturan menteri atau peraturan pemerintah.