Pengamat Ungkap 2 Faktor Pemicu Banyak Kotak Kosong di Pilkada 2024

Ilustrasi pilkada
Sumber :
  • VIVA

Jateng – Fenomena munculnya calon tunggal melawan kotak kosong di sejumlah kabupaten kota di Indonesia pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 menuai sorotan. 

Prabowo Dukung Ahmad Luthfi-Taj Yasin: Mereka Memahami Masalah Jateng

Setidaknya, calon tunggal pada Pilkada 2024 terjadi di 41 wilayah, terdiri dari satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota. 

Pengamat politik Universitas Brawijaya (UB) Malang Wawan Sobari menilai munculnya calon tunggal atau kotak kosong di sejumlah kabupaten/kota di Pilkada 2024 karena pilihan rasional partai maupun anggaran politik.

Rawan Kericuhan, Alasan Lokasi Debat Pilbup Pekalongan Dipindah ke Semarang

 

Menurutnya, langkah rasional yang dimaksud adalah, partai politik melihat pada figur yang muncul di pilkada kabupaten/kota beserta popularitas atau tingkat keterkenalan di mata publik.

Yoyok Sukawi Janjikan Genjot PAD Kota Semarang Tanpa Bebani Pajak Tambahan ke Warga

"Misalnya, di Kota Surabaya bakal calonnya itu petahana dan dari PDI Perjuangan, Surabaya juga basis PDI Perjuangan. Artinya sangat sulit bagi lawan atau penantang untuk bersaing, begitu juga di Trenggalek," kata Wawan.

Wawan menyatakan dari situasi tersebut, baik partai politik akan berpikir dua kali untuk mengajukan sosok yang diusung.

Tak hanya itu, partai politik juga menghitung seberapa besar kekuatan simpatisan atau loyalis yang dimiliki oleh calon yang akan diusung.

"Sedangkan yang punya konstituen paling jelas adalah anggota DPRD tetapi pertanyaannya apakah dia mau, karena harus mengundurkan diri dari DPRD. Terus apakah siap jika kalah," ucapnya.

Jika dirasa tak mampu menyaingi kandidat pesaing, partai politik disebutnya tidak berani dengan gegabah mengambil langkah berisiko. "Jadi resiko kalahnya besar, jadi muncul pilihan tidak memasang calon," ujarnya.

Anggaran Politik

Wawan menyatakan persoalan anggaran juga menjadi pertimbangan bagi partai politik untuk terjun di dalam persaingan, mengingat gelar Pilkada 2024 jaraknya tidak terlalu jauh dari pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden.

Situasi itu pada akhirnya memunculkan pilihan bagi partai untuk saling bergabung mengusung calon tunggal dan memunculkan kotak kosong.

Belum lagi jika pasangan diusung tidak memiliki modal finansial besar dan lawan kontestasi merupakan petahana. Ada potensi menimbulkan kerugian.

"Soal budget itu tidak hanya dikeluarkan oleh kandidat tetapi juga partai, secara hitung-hitungan akan rugi," ucap dia.